skripi kegagalan konstruksi
ANALISIS KEGAGALAN KONSTRUKSI DAN
BANGUNAN DARI PERSPEKTIF FAKTOR TEKNIS
HARMILA SAPUTRI
,
ABSTRAK
Kegagalan konstruksi dan bangunan
dapat disebabkan oleh faktor teknis. Faktor teknis karena harga penawaran yang
lebih rendah (kurang dari 70 persen dari standar harga, sehingga kontraktor
cenderung melaksanakan proyek tidak sesuai dengan spesifikasi teknis / kontrak,
tidak menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk kontrol proyek dan kemampuan
sumber daya tenaga kerja yang rendah Makalah ini adalah untuk menganalisis
kegagalan dan kegagalan Konstruksi Bangunan dari Perspektif faktor teknis, 34
proyek bangunan di Jawa Tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk
proyek bangunan, konstruksi dan kegagalan bangunan terjadi di banyak elemen
struktur dengan penyimpangan rata-rata 4,36% dari nilai kontrak, diikuti oleh
atap (2,53%), fondasi (0,15%), utilitas (0,12%) dan finishing (0,07%)
Kata kunci
:
kegagalan
konstruksi, kegagalan bangunan, harga kontrak, pengawas
PENDAHULUAN
|
|
|
|
|
deteksi kegagalan konstruksi terlambat,
|
||||||||
Kegagalan
|
bangunan
|
|
dan
|
kegagalan
|
hal
|
ini
|
akan
|
mengakibatkan
|
|||||
konstruksi
dapat disebabkan oleh faktor
|
penambahan
|
biaya
|
untuk
|
pekerjaan
|
|||||||||
teknis
maupun faktor non teknis. Faktor
|
perbaikan sebesar 6 – 12% dari biaya
|
||||||||||||
teknis
|
karena
|
adanya
|
penyimpangan
|
konstruksi
dan 5% untuk
biaya
|
|||||||||
proses
|
pelaksanaan
|
|
yang
|
tidak
|
perawatan.
|
Kegagalan
|
konstruksi
|
||||||
memenuhi
|
spesifikasi
|
teknis
|
yang
|
hampir 20-40% terjadi
dalam tahap
|
|||||||||
disepakati
|
dalam kontrak,
|
sedangkan
|
proses
|
pelaksanaan
|
dan
|
kegagalan
|
|||||||
faktor non
teknis lebih disebabkan
|
tersebut 54% diakibatkan
oleh tenaga
|
||||||||||||
karena proses
pra kontrak (Bidding)
|
kerja yang tidak
terampil dan
|
||||||||||||
maupun
|
tidak
|
kompetenya
|
Badan
|
selebihnya 12% diakibatkan oleh mutu
|
|||||||||
Usaha,
|
|
tenaga
|
|
kerja,
|
tidak
|
material
(Akinci dkk., 2006).
Surat
|
|||||||
profesionalnya
|
tata kelola
|
manajerial
|
Perjanjian atau Kontrak membagi resiko
|
||||||||||
antara
pihak-pihak yang terlibat dalam
|
secara
adil sedemikian rupa,
sehingga
|
||||||||||||
proyek
|
konstruksi
|
serta
|
lemahnya
|
para pihak bersepakat (UU No.18/1999
|
|||||||||
pengawasan/supervisi.
|
|
|
|
|
pasal 2 dan
pasal 3). Kontrak
|
||||||||
|
Kontrol
|
|
mutu
|
|
atau
|
merupakan proses distribusi resiko dari
|
|||||||
pengawasan/supervisi
pada saat proses
|
Ownwer/ pihak pengguna jasa ke pihak
|
||||||||||||
konstruksi sering
kali tidak efektif.
|
penyedia jasa. Kontrak harus dipahami
|
||||||||||||
Kegagalan
|
konstruksi
|
|
dapat
|
diketahui
|
dan disadari oleh para pihak agar tidak
|
||||||||
setelah proses
konstruksi selesai atau
|
terjadi permasalahan di kemudian hari.
|
||||||||||||
bahkan
pada proses perawatan. Apabila
|
|
|
|
|
|
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tujuan
proyek terdapat 4 target (Husen A., 2009), yaitu : biaya ekonomis, kualitas
terpenuhi, waktu tak terlampui dan keselamatan kerja terpenuhi. Apabila salah
satu tujuan proyek tak terpenuhi maka dapat diartikan bahwa proyek tersebut
mengalami kegagalan. Kegagalan
konstruksi maupun kegagalan bangunan merupakan proses panjang dari suatu proses
pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh kontraktor karena tidak sesuai dengan
kontrak, khususnya RKS dan Gambar Rencana yang telah ditetapkan. Kegagalan
konstruksi dan kegagalan bangunan disebabkan oleh indikator kinerja proyek yang
tidak
tercapai. Berdasarkan
fenomena-fenomena di atas akan dikaji “ Analisis Kegagalan Konstruksi Dan
Bangunan Dari Faktor Teknis”, diharapkan hasil dari kajian ini dapat memberikan
kontribusi pengetahuan kepada
penyelesaian permasalahan di industri konstruksi.
Kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan
Kegagalan pekerjaan konstruksi
adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi
pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian
maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa.
(PP No. 29/2000 pasal 31
tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi). Kegagalan merupakan akumulasi dari berbagai faktor. Oyfer
(2002) menyatakan “construction defects” di Amerika disebabkan oleh faktor manusia (54%), desain (17%),
perawatan (15%), material (12%), dan
hal tak terduga (2%). Sementara itu, Carper (1989) menyatakan bahwa penyebab
potensial utuk kegagalan konstruksi secara umum disebabkan
oleh: site selection and site
developments errors, programing deficienciess, construction
errors, material deficienciesand perational errors. Di samping faktor penyebab kegagalan konstruksi dimana terkait
fase fase proses pelaksanaan konstruksi (life
cycle product) faktor alam juga merupakan salah satu penyebab kegagalan
konstruksi yang paling sulit diperkirakan. Hal ini dikarenakan data atau
rekaman tentang perilaku yang tersedia tidak akurat atau karakter dari alam
yang sekarang kecenderungannya bukan merupakan akibat tunggal, tetapi merupakan
akibat dari resultante kesalahan-kesalahan (multiple
sources) yang dibuat masing masing pihak yang terlibat dalam proyek
konstruksi (Oyfer, 2002). Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor
penyebab kegagalan konstruksi
merupakan resultante
kesalahan-kesalahan (multiple sources)
yang dibuat oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi baik yang
bersifat teknis maupun non teknis.
Tanggung jawab
Pada pasal 11 Undang-Undang RI No.
18 Tahun 1999 dijelaskan tentang tanggung jawab dari perencana konstruksi,
pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi terhadap hasil pekerjaannya.
Tanggung jawab tersebut dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai kaidah
keilmuan, kepatuhan, dan
kejujuran intelektual dalam
menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum. Tanggung
jawab dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu
1. Pasal 26 Undang-Undang RI No. 18
Tahun 1999 dipaparkan mengenai ketentuan kegagalan bangunan sebagai berikut :
2. Pasal 36 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi.
Sanksi atau hukuman mengenai
kegagalan bangunan ini dapat ditinjau dari Undang-Undang RI No. 18 Tahun 1999
dalam pasal 43.
METODE
PENELITIAN
Metode PLS (Partial Least Squares),
untuk menggambarkan korelasi antar faktor sebagai suatu sistem. Oleh karena
terdapat 2 bentuk pemodelan sebagai bahan validasi penelitian dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Model Kuantitatif
Variabel pembangun sistem konstruksi
dimodelkan dari 4 faktor utama yaitu Waktu, Jenis Kontrak (JK), Biaya
Konstruksi (B) dan Kualitas Konstruksi
(K). Semua model dihubungkan
satu-sama lain sehingga membentuk jaringan
(Path
model) untuk mengukur hubungan (korelasi). Sebagai analisis awal digunakan
analisis korelasi antar variabel menggunakan correlation
analysis menggunakan statistic
analysis dan pada tahap kedua dibuat pendekatan graph menggunakan Direct Acryclic Graph (DAG) sebagai aplikasi metode PLS hubungan kausalitas antar variabel. Bentuk model diwakili
dengan variabel yang dihubungkan dengan arah panah sebagai hubungan satu sama
lain seperti disajikan pada Gambar 1 berikut.
JK
( Jenis Kontrak)
B
(Biaya)
|
|
K (Kualitas)
|
W (Waktu)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar 1. Pendekatan Model
Kuantitatif Kegagalan Konstruksi
2.
Model Kualitatif
Model kualitatif digunakan untuk
mengukur variabel yang sifatnya tidak
bisa diukur langsung tetapi
mempengaruhi hasil. Hasil dimaksud adalah kualitas suatu pekerjaan berdasarkan
suatu ukuran relatif dari pengawasan pekerjaan (internal maupun eksternal
supervisi).
Model
digambarkan sebagai suatu hubungan antar variabel dan sub variabel. Variabel
yang membangun suatu kualitas pekerjaan digambarkan menjadi 3 variabel utama
yaitu Internal Supervisi, Eksternal Supervisi dan Kualitas Pekerjaan.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Untuk mendiskripsikan adanya
kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan, dilakukan analisis data sekunder
dan data primer. Data sekunder diambil dari dokumen kontrak, hasil pemeriksaan/
investigasi bangunan gedung pemerintah di Jawa Tengah dan Peta SDM dari
beberapa BSK dan LPJK. Data primer berupa kuesioner model kualitatif sebanyak
31 responden. Pengambilan data dalam penelitian dibatasi pada proyek konstruksi
bangunan gedung yang pernah diduga terjadi penyimpangan oleh kejaksaan baik di tingkat
Kejaksaan Tinggi (Kejati) maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) di Propinsi Jawa
Tengah dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2008. Untuk data administrasi
difokuskan pada sistem kontrak sebagaimana yang digunakan dalam proyek
pemerintah yaitu Unit
Price dan Fixed Price/Lump Sum
(Keppres No. 80 Th. 2003). Data Kuantitatif diperoleh dengan dua cara yaitu
observasi lapangan dan data sekunder.
1. Kajian yang dianalisis dalam
penelitian ini, yaitu faktor
kegagalan konstruksi, baik faktor kuantitatif maupun faktor kualitatif. Faktor
kuantitatif dianalisis dari data sekunder (Observasi dan pengukuran lapangan),
sedangkan Faktor kualitatif dianalisis dari data primer (persepsi, ukuran
relatif).
2.
Pendekatan Model:
a. Model kuantitatif untuk mendapatkan
nilai korelasi
antara variabel waktu pelaksanaan,
biaya, kegagalan konstruksi, jenis kontrak dan
elemen bangunan dengan menggunakan
data investigasi bangunan gedung pemerintah yang dibiayai
dari APBN/APBD pada 34 lokasi yang diambil pada tahun 1996-2008.
b. Model disimulasikan dengan metode PLS (Parsial Least Square) dengan pendekatan
hubungan kausalitas antar variabel
menggunakan program TETRAD IV versi 4.3.9-18.
c. Model kualitatif digunakan untuk mengukur
faktor yang mempengaruhi kegagalan suatu pekerjaan menurut persepsi dengan
ukuran relatif (value label).
3.
Variabel Yang Diamati:
a.
FaktorWaktu(W)yaitu
parameter keterlambatan pelaksanaaan
pekerjaan, terdapat 2 kategori, yaitu : terlambat (1), tepat waktu (2).
b. Faktor Biaya (B) yaitu nilai
penyimpangan antara dengan anggaran yang terserap di pelaksanaan. Ada 3
kategori, yaitu : kurang dari 70% pagu
(1), antara 70%-90% pagu (2), lebih
dari 90% pagu.
c. Faktor Kegagalan (K) yaitu ketidak
sesuaian spesifikasi teknis, ada 2 kategori, yaitu : sesuai (1), tidak sesuai
(2).
d.
Faktor jenis Kontrak (JK) yaitu
bentuk kontrak yang dilaksanakan.
Ada 3 kategori, yaitu : unit price (1), Fixed Cost
(2), Swakelola (3).
Model Kuantitatif Kegagalan
Konstruksi/Bangunan
Analisis Korelasi Variabel
Kuantitatif Model Kegagalan Konstruksi/Bangunan digunakan untuk menguji
seberapa kuat hubungan 4 variabel kuantitatif. Hasil Uji Korelasi selengkapnya
seperti disajikan pada Tabel 1 di bawah.
Analisis
Hasil Simulasi
1. Hubungan antara variabel waktu dan
biaya menunjukkan hubungan yang positif, dimana semakin pendek waktu
pelaksanaan biayanya juga akan semakin kecil.
2.
Hubungan antara
variabel waktu
dan
|
kegagalan
|
|
Konstruksi
|
||
menunjukkan
|
|
hubungan
|
yang
|
||
negatif,
|
dimana
|
semakin
|
pendek
|
||
waktu
|
pelaksanaan
|
|
maka
|
||
kemungkinan
|
terjadi
|
kegagalan
|
|||
konstruksi akan semakin besar.
3. Hubungan antara variabel waktu dan
jenis kontrak menunjukkan hubungan yang kurang signifikan. Apapun jenis
kontraknya tidak mempengaruhi waktu penyelesaian proyek.
4. Hubungan antara variabel waktu dan
kegagalan elemen bangunan
menunjukkan hubungan yang positif,
dimana semakin pendek waktu pelaksanaan pada umumnya
kegagalan elemen bangunan semakin
meningkat.
Model
SEM Kegagalan Konstruksi/Bangunan
Pada tahap kedua dibuat pendekatan
graph menggunakan Direct Acryclic Graph (DAG) sebagai aplikasi metode PLS hubungan kausalitas antar variabel.
Dengan pendekatan Structural Equetion Modelling disusun dengan sistem analisis
hubungan kausalitas antar variabel. Fungsi dari template berikut adalah
mengestimasi antar variabel laten. Selengkapnya template dimaksud seperti
disajikan pada Gambar 3 di bawah.
Analisis
Hasil Simulasi Model
1.
Faktor
waktu (W) berkorelasi positif terhadap Biaya(B), dengan factor pengaruh 0.5655
dan berkorelasi negatif terhadap Kegagalan (K) dengan faktor pengaruh -0.5289
2. Faktor Jenis
Kontrak (JK) mempengaruhi Manajemen
Waktu
(W)
sebesar 0.277 dan mempengaruhi Kegagalan (K) sebesar -0.2753
3. Faktor Biaya (B) mempengaruhi
Kegagalan (K) sebesar -0.2081
4. Namun Jenis Kontrak (JK) tidak
mempengaruhi Biaya (B) secara
signifikan sehingga tidak dimodelkan
pada simulasi ini.
Model
kuantitatif kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan Ada 3 variabel utama dalam ukuran
kualitatif model yaitu Kualitas,
Internal Supervisi dan Eksternal supervisi yang
Hubungan
antara Kualitas dan Supervisi (Internal/Eksternal)
1. Kualitas meliputi : Team Work,
Komunikasi, Kualitas Supervisi, KomitmenKerja, Kepercayaan
2.
Supervisi dibagi menjadi dua bagian,
yaitu Internal dan Eksternal
Supervisi.
3. Internal Supervisi meliputi :
Pendidikan, Pengalaman, Pelatihan, Sertifikasi, Nilai Proyek.
4. Eksternal Supervisi meliputi : Cek
akan digunakan, Cek Penyimpangan, Cek Datang, Evaluasi Mingguan, Pengawasan Lapangan,
Briefing Pagi.
5.
Tindak Lanjut
Supervisi, Acuan
digunakan, Hasil Pekerjaan,
PeraturanTerkait, Gambar Kerja, RMK.
Hasil
Simulasi Model Kualitatif
Internal Supervisi mempengaruhi
Eksternal Supervisi sebesar 0.4812 dan mempengaruhi kualitas sebesar 0.2786.
Kualitas tergantung pada Eksternal Supervisi dengan faktor pengaruh sebesar
-1.3000 artinya jika Eksternal Supervisi lemah maka tidak pernah akan tercapai
kualitas yang baik pada suatu pekerjaan. Internal Supervisi berperan kuat bagi
Eksternal Supervisi artinya jika kondisi organisasi dalam suatu pekerjaan lemah
maka kontrol Eksternal Supervisi tidak bisa tercapai, dengan kata lain kualitas
akan sulit dikendalikan.
SIMPULAN
Dalam konteks proyek gedung,
kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan banyak terjadi pada elemen struktur
bangunan dengan rata-rata penyimpangan sebesar 4,36% dari nilai kontrak,
disusul oleh atap (2,53%) , pondasi (0,15%), utilitas (0,12%) dan finishing
(0,07%). Salah satu indikasi penyebab kegagalan konstruksi dan bangunan adalah
nilai kontrak yang lebih kecil dari 70% nilai pagu anggaran. Selisih nilai
kontrak dan pagu yang terlalu besar dan cenderung tidak rasional akan berakibat
pada potensi terganggunya proses pelaksanaan dan tidak terpenuhinya spesifikasi
teknis proyek. Pada kabupaten di mana
terdapat proyek-proyek yang
bermasalah, ditengarai berkaitan dengan masih sedikitnya sumber daya manusia
yang memiliki sertifikat keahlian dan keterampilan. Pengawasan proyek berperan
penting dalam menjamin kesuksesan proyek konstruksi. Peran
pengawas, baik internal maupun
eksternal dalam model yang dibangun
berpengaruh signifikan terhadap
kualitas (kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan) proyek yang sedang
dilaksanakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Carper, Kenneth L., ed., 1989, Forensic Engineering,
Elsevier Science Publishers, New
York,
Husen, A., 2009, Manajemen
Proyek, Yogyakarta
Keppres No 80. Th 2003 Tentang
Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/ Jasa
Pemerintah.
Jakarta
Oyfer, 2002, Multiple Sources
Construction Failures and
Defects.
PP No 29 Th. 2000 Tentang
Penyelenggaraan dan Pembinaan Jasa Konstruksi.
Jakarta
Komentar
Posting Komentar